Thursday, August 25, 2016

Ekspedisi Ritual Pra Penyelarasan Santri Ahli Malam 1 Suro



Assalamu'alaikum warokhmatullohi wabarokatuh... Sugeng Rahayu Sagunging dumadi  salam Budaya dan salam seduluran. 
Mohon maaf para pembaca sekalian sengaja kami unggah artikel ini  semua tidak lain dan tidak bukan, hanya untuk mengenang kisah-kisah perjalanan  kami antara santri "PSDMD" yang jauh atau yang sa'at ini dekat pada tempat Padepokan Kami,  agar bisa selalu mengenang kisah-kisah antara kami yakni kakak dan adik seperguruan selama dalam naungan di Padepokan kami yakni "PSDMD" ( Suksmo Djagad Manunggal Djati ), dan kisah dibawah ini kami alami waktu perjalanan Ritual  7 hari 7 malam yang waktu itu saya atas nama : Tintus Suhardinata






/ Ki Slampar Edan  Dari Nganjuk Jawa Timur dalam artikel ini menulis kisah pengalaman kami waktu di malam 1 Suro Pada hari kamis kliwon (malam jum’at  legi) tanggal 24 Oktober  2014  , yakni : Ekspedisi Ritual di Alas Purwo Banyuwangi Jawa Timur.
 
                 Pada hari kamis kliwon (malam jum’at  legi) tanggal 24 Oktober  2014 yang tepatnya pada malam 1 Suro di lokasi daerah Banyuwangi tepatnya di Alas Purwo yang terkenal dengan hutan yang wingit atau angker, adapun nama-nama santri PSDMD pada rombongan adalah:
1.       Guru besar ( Gus Majid )
2.       Saya sendiri ( Ki Slampar Edan )
3.       Ki Guntur Jagad Lelono
4.       Ki Samber Sukmo
                Pada hari pertama kami merencakan untuk masuk pintu gerbang Alas Purwo harus pas pada saat waktu menjelang magrib,itupun petunjuk dari guru kami yaitu Gus Majid/Ki Ageng Selo. Setelah melewati rimbunan pohon yang rindang dan gelapnya hutan menjadi lebih kuat suasana seram di Alas Purwo. Perjalanan panjang pun telah kita lalui dan akhirnya tiba pula d tempat parkir Alas Purwo, dan sesampainya di tempat parkir kami pun memilih untuk istirahat d bawah pohon besar, perut kami berempat pun keroncongan dan tidak bisa diajak kompromi lagi, kompor darurat pun akhirnya terpaksa kami keluarkan untuk mengatasi masalah perut, rombongan pun akhirnya  untuk memilih  membuka bekal yang kami bawa dari rumah yaitu ikan Ayam kukus yang rencana untuk di makan d tempat tujuan pertama, dan akhirnya bungkus ayampun di buka dan  ternyataaaaaa......apa yang terjadi?? Ayam kukuspun sudah terdapat arek arek suroboyo yg ngikut d ayam tersebut Alias Set atau Belatung yang baru lahir, mau tidak mau dan dari pada mubadir di  buang rombongan pun memilih untuk di cuci dan dimasak ato digoreng, awalpun kami enggan untuk menyantap ikan tersebut dan dengan Bismillah ridho alloh perut kamipun kebal dengan semua itu.
Setelah istirahat selesai, rombongan pun meneruskan perjalanan ritual dengan tujuan di Goa Istana yang tepatnya berjarak 2 KM dari tempat parkiran, kamipun berjalan menyusuri jalan setapak yang dikanan kirinya penuh dengan pohon2 besar. Setengah perjalan telah kami lewati dan rombongan sepakat istirahat sejenak untuk ambil rokok sebatang,,hehe maklum sudah kecut rasa mulutnya. Istirahatpun selesai, rombongan pun melanjutkan perjalanan religinya ke tempat tujuan. Dan alhamdulillah dengan Ridlo Alloh kamipun sampai di temapat tujuan yaitu di Goa Istana, sesampainya rombonganpun langsung ritual kungkum di salah satu sendang yakni tempat petilasan Syeh Siti Jenar. Setelah ritual selesai kami pun mendirikan tenda di tengah hutan bambu yang rindang. Setelah tenda berdiri kamipun mencari dahan dan ranting untuk api unggun, setelah itu kompor darurat di keluarkan dari tas untuk memasak air untuk ngopi, malampun semakin larut dan tidak terasa kabutpun mulai turun karena rombongan kami bersepakat untuk ngebleng (tidak tidur) hingga 3 hari 3 malam,agar untuk menghilangkan rasa kantuk kami gunakan untuk aktivitas seperti contohne, bernyanyi langgam jowo, ada yang nggoreng kerupuk, ada yang meneliti pamor keris yang dibawa nya menjelang ritual berikutnya, dan tidak terasa fajarpun mulai menjemput pagi, gelap pun berganti terang.
                Kami semakin terasa mata kami untuk di buka karena wajar, karena matahari sudah muncul, akan tetapi kami para rombongan karena bersepakat untuk meneruskan laku melek maka kami harus tetap terjaga dalam kondisi apapun dan tidak boleh lengah, maka kami memutuskan pada waktu itu agar badan fresh kembali, kami melakukan mandi dan kungkum di sendang yang saya ceritakan di atas, setelah kegiatan tersebut selesai waktu pun kami buat untuk bersenda gurau atau bersantai dan menikamati dingin nya udara pagi di alas yang asri tersebut, selang beberapa saat kemudian ada sekumpulan hewan berupa monyet/kera berkumpul tepat di atas pohon sekitar tenda kami, seakan-akan mereka menyambut kedatangan kami, akan tetapi aneh tapi nyata segerombolan hewan tersebut seolah ingin menyampaikan sesuatu kepada kami, karena kami saling penasaran lantas kami bertanya pada guru besar yang membimbing kami akan tetapi, guru besar kami berkata lah ngono kae sing paham Ki Slampar Edan, cobi jenengan tangletke kalean Ki Slampar Edan yakni (saya sendiri). Karena guru yang mengatakan seperti itu maka sayapun bergegas ngerekso ning waskito, didalam saya ngerekso tersebut dalam pandangan mata batin saya, mengatakan bahwa pimpinan hewan tersebut menyampaikan selamat datang kepada para rombongan, lantas disitu ada salah satuyang tampak dalam ppandangan mata batiniah saya, seekor kera putih yang ada mahkota diatas kepalanya , beliau berkata Ngger mangke dalu geser teng parang ireng dan saya pun menjawab Sendiko dawuh  seketika itu kami di berikan kenang-kenangan yakni sebuah batu berwarna biru, entah apa namanya batu tersebut, akan tetapi saya disuruh mengambilnya ditengah-tengah pohon bambu tepatnya di bambu yang melengkung diatas tenda kami,setelah Kera putih menucapkan hal tersebut lantas seketika itu pula rombongan kera putih tersebut hilang dari pandangan mata batiniah saya, setelah itu saya membuka mata saya lantas mengatakan akan kejadian yang saya alami kepada mursyid saya, sembari saya mengatakan yang saya alami tersebut kepada mursyod saya segerombolan kera yang tampak mata tersebut berangsur-angsur pergi dari pandangan mata kami, entah pergi kemana saya tidak tahu .
Setelah saya menyampaikan hal tersebut kepada guru saya maka guru saya menjawab  lah nek ancene mekaten, nggih pun jenengan pundhut mawon, karena saya kebingungan di Pundut dimana??, belum sempat saya tanyakan pada guru saya, Gus pun menjawab Pun jenengan penek mawon ( sudah kamu panjat saja). Seketika itu juga saya memanjat pohon bambu yang melengkung tadi, dan akhirnya  setelah saya sampai kira-kira 4 meter dari tanah saya masih kebingungan untuk mencarinya, lantas saya bertanya kepada Gus, Ten pundi Gus, Gus menjawab  ten sebelah kaki jenengan, disitu pun batu tersebut juga tidak ditemukan, lantas Gus berkata kepada salah satu rombongan yakni Ki Guntur Jagat Lelono/Mbah Gandreng, Mbah Ki slampar sampean uncali sangkur, kersane dhamel motong bambune, lantas Mbah gandreng pun memberikan sebilah sangkur kepada saya,dan saya pun menerima sangkur tersebut, akhirnya bambu tersebut saya potong belum sempat terpotong sepenuhnya maka tampaklah suatu yang lain pada bambu tersebut yakkni tepat di tengah-tengah rongga bambu, memang benar saya temukan ada batu sebesar ujung jari kelingking.
Setelah itu saya turun dan memperlihatkan apa yang saya temukan tersebut kepada Gus dan kawan-kawan, ujar Gus, Nggih di agem mawon, waktupun berlalu hingga mataharipun tampak tepat di atas kepala kita, karena kita sudah waktunya untuk makan, maka kita sepakat untuk menanak nasi, sambil menunggu matangnya nasi kita saling beraktifitas berbeda, untuk menghilangkan rasa kantuk yang berat, disela-sela aktifitas tersebut, saya menyaksikan hal yang aneh pada batu tersebut, yakni ada getaran-getaran tertentu pada batu tersebut, karena saya penasaran, saya ambillah batu tersebut lantas entah kenapa di hati saya seolah ada yang menyuruh untuk meletakkan batu tersebut di atas batu cincin yang saya pakai, dan tiba-tiba batu tersebut memutar dengan tersendiri nya, karena semakin penasaran saya mencoba untuk memerintahkan batu tersebut, apakah mau berputar atau berhenti berputar atas perintah saya, dan ternyata Subhanallah dengan seizin alloh dia menuruti perintah saya, karena saya tau keadaan begitu lantas saya meberitahukan kepada teman saya, pertama kepada Ki samber Sukmo Jagat Pamungkas, setelah saya ceritakan apa yang terjadi tadi, seketika itu Ki samber meminta untuk membuktikannya, dan saya pun berkata coba jenengan perintah Ki..., walhasil batu tersebut tidak mau di perintah selain saya.
Dan tidak terasa pun nasi sudah matang dan kamipun menikmati makan dengan rasa syukur, dan rombongan pun bergeser pindah tempat ke parang ireng yang sesuai dengan isyaroh yang saya terima tadi, karena semakin sore kamipun berkemas untuk meninggalkan lokasi goa istana menuju parang ireng, dalam perjalanan kamipun di sambut berbagai macam hewan seperti, burung yang panjang sayapnya lebih dari 3 Meter, dan kepakan sayapnya pun dari 50 meter terdengar hingga ke telinga kami, entah burung apa nama dan jenisnya, selang beberapa saat rombongan pun bertemu dengan sebuah pohon Palem yang diatasnya tumbuh lagi pohon kapuk/kapas (Randu) dan anehnya lagi Subhanallah, yang tampak pada rombongan kami pohon tersebut di beberapa salah satu dahannya berbentuk lafadz “ALLOH”, lantas kami ingin mengabadikannya akan tetapi ujar Gus “Jangan, itu tidak mungkin bisa difoto” ujar Gus lagi “ karena kita semua ini sekarang ada di separuh bagian alam lain.,perjalanan pun kami lanjutkan dengan penuh hati-hati dan tetap terjaga, selang beberapa langkah rombonganpun menemui segerombolan hewan Kijang dan anehnya yang nampak oleh mata rombongan ada yang besarnya melebihi besarnya sapi dewasa, menurut saya mungkin salah satu pemimpinnya, yang mempunyai ciri, mempunyai belang putih di lehernya, kamipun berlalu akan tetapi sebelum kami melewati segerombolan kijang tersebut, seketika itu seluruhnya menundukkan kepala seperti memeberi salam kepada kita. Akan tetapi lantas kijang yang paling besar mendekati kepada kami karena kami tau hewan tersebut kamanungsan maka kamipun berhenti sejenak dalam hati saya mungkin kita disuruh Gus untuk berhenti biar hewan tersebut lewat untuk memotong jalan kami, akan tetapi apa yang terjadi berhenti dipinggir jalan setapak yang akan kita lewati seraya menganggukkan kepala, lalu tertunduk, setelah itu Gus menyuruh rombongan untuk melanjutkan perjalanan.
Singkat kata kami telah sampai di tempat tujuan yaitu parang ireng, stelah itu rombongan langsung menuju pendopo tempat peristirahatan tepatnya pada pukul 8 malam, sesampainya disana gus melihat kondisi wilayah sekitar dengan menggunakan lampu senter, untuk memilih tempat yang akan di gunakan untuk ritual selanjutnya, selang beberapa saat, gus pun mengatakan Puniko loh sampun antri..  kamipun bertanya “antri nopo Gus?? “, ujargus niko lho mosok mboten katingal sambil menyotkan lampu senter ketempat sekumpulan beberapa punggawa kerajaan yang mengiringi kereta kencana yang tampak oleh mata saya, akan tetapi anehnya sekumpulan tersebut berada di tengah laut lepas, tapi entah kenapa keadaan kereta tersebut belum terisi apa-apa alias kosong blooong... lantas kami beriga bertanya kepada Gus “lho gus niku ngiringi sinten, kok keretane kosong” ujar gus “ nggih awak’e dewe kiambak ingkang di jemput ”, dalam perbincangan kami lantas seketika itu gus lekas-lekas mengomando agar kami untuk bergegas menuju tempat ritual yang sudah tepat menurut Gus.
Kamipun segera mempersiapkan sesgala sesuatu yang diperlukan untuk prosesi ritual tersebut, setelah kita rasa semua sudah siap, maka kamipun segera mengatur posisi masing-masing, lantas prosesi siap dilaksanakan yang langsung dipimpin oleh beliau yakni Gus Madjid sendiri, didalam perjalanan ritual yang kami alami ada sesuatu keanehan yakni : adanya cahaya biru yang seketika itu datang muncul tiba-tiba dari tengah laut menuju kebibir pantai dan langsung merangsek  seolah masuk pada diri kami berempat, dan seketika itu kamipun ..........dst..... ( mohon ma’af kami tidak bisa atau tidak diperbolehkan menceritakan kronologis sewaktu perjalanan Gho’ib kami tersebut oleh kahanan Gho’ib di Purwo).
Selang beberapa waktu kemudian disa’at kita sudah dalam kondisi normal sepenuhnya  , lantas  Gus pun tiba-tiba mengucapkan Sugeng Rahayu kagem sedoyoke mawon , matur sembah nuwun Wa’alaikum salam, seketika itu juga salah satu dari kami yang bernama Ki Samber Sukmo atau Mas Heris Eko Prasetyo diperintah oleh Gus untuk mengulurkan telapak tangan dan menengadahkan tangannya keatas, dan tiba-tiba ada kilatan cahaya yang tampak dari atas menuju telapak tangan Ki Samber tersebut, lantas digenggamnya seketika itu dan ujar Gus jangan dibuka dulu, setelah prosesi selesai kamipun meluruskan kaki kami untuk bersantai , dan kamipun saling bergantian untuk meneguk air yang kami bawa dari Goa Istana, lantas kami bercakap-cakap santai, dalam percakapan tersebut kemudian saya teringat bahwa Mas Heris tadi diperintah Gus untuk menggenggam sesuatu dan tidak boleh dibuka, dan lantas saya bertanya kepada Gus , nopo niku Gus engkang di gegem Mas Heris,  jawab Gus ... lho iyo... cobi dibukak Mas Heris...? seketika itu juga Ki Samber membuka salah satu telapak tangannya yang masih menggenggam itu, wal hasil ketika dibuka, Syukur Alkhamdulillah terlihatlah sebuah Mustika berwarna biru gelap.
Hari berganti hari waktupun berlalu, kisah panjang di Parang Ireng tidak bisa semua kisah, diperbolehkan untuk kami tulis disini, waktu kami diparang Ireng tersebut Alkhamdulillah berjalan lancar hingga 2 hari 2 malam maka lengkaplah ritual ngebleng atau melek tanpa tidur selama 3 hari 3 malam di Alas Purwo.
Pagi inipun dilanjut untuk bergeser di Sendang Pancur, untuk mencari peristirahatan yang tepat dan strategis menurut kami, dan maka dapatlah kami posisi yang tepat yaitu disebelah sisi kanan Sendang Pancur tersebut,  di Sendang Pancur ini kamipun ternyata tidak sendirian , akan tetapi ada beberapa rombongan ada yang menginap mendirikan tenda sebelum kami datang di Pancur, dan disitu terlihat ada yang kakek berumur kira-kira 70 tahun ada juga para ahli laku spiritual yang masih berusia muda ,serta ada yang bertahun tahun lebih dari 5 hingga 17 tahun dia lelaku di situ, ada juga tampak beberapa orang  yang datang dari luar Jawa antara lain: Papua, Kalimantan,sulawesi hingga ada yang dari Mancanegara.
Segeralah kamipun mendirikan tenda,dan berlomba-lomba untuk segera berdiri di karenakan kami sudah tidak kuat untuk menahan rasa kantuk yang begitu berat. Setelah tenda berdiri dan tanpa komandopun kami langsng tidur dengan pulasnya, tetapi anehnya pada hal niat kita malam ini kita untuk tidur sepulas pulasnya tetpi anehnya tidur selama 1 jam seperti tidur sehari semalam bahkan 1 minggu lamanya terasa bagi kami, dan waktupun sudah menunjuk apapun tidur kami tidak sepulas tidur di rumah, waktu pun sudah menunjukkan jam 2 siang dan melaksanakan sholat dhuhur berjamaah, setelah selesai sholat  Gus pun berkata “ enaknya keadaan kayak begini bakar singkong ya “ saya menjawab “ angsal dugi pundi gus, wong tebih dari kampung”tapi anehnya seketika itu tenda kami seperti ada yang melempar sesuatu “GLEPAK” dan bergegaslah mbah Gandreng untuk keluar dari tenda melihat apa yang terjadi, saya pun ikut penasaran ada apa di luar,hati saya pun bergumam siapakah yang melempar tenda kami, lantas mbah Gandreng menemukan sebuah singkong mentah yang besar lantas di tunjukkan kepada saya, dan kamipun kebingungan atas kejadian tersebut, lantas telinga saya mendengar riuh rendahnya suara monyet bergelantungan di pohon di atas sendang Pancur, dan ada beberapa ekor monyet datang mendekat pada kami seperti membawa sesuatu di tangannya, dan ternyata yang dia pegang adalah singkong lalu di lemparkan pada tenda kami, subhanalloh saya pun langsung teringat ucapan Gus tadi menyinggung masalah singkong dan yang tak mungkin ada di tengah alas Purwo yang nota benenya jauh dari perkampungan penduduk. Dan segeralah kami untuk memungut singkong-singkong tersebut dengan berucap syukur Alhamdulillah,yang saya yakini inilah bukti kuasa Alloh yang nyata, bagi Alloh tiada yang tidak mungkin jika Alloh berkehendak. Bergegaslah untuk kami mencari ranting kering untuk membakar singkong tersebut.
Sisa haripun kami habiskan di Sendang Pancur, dan malampun semakin larut, waktu menunjukkan pukul 12 malam, bergegas kita mengambil air wudlu untuk melaksanakan prosesi ritual jamasan pusaka Piandel kami, dan prosesi tersebut dilakukan di bibir pantai, setelah selesai ritual jamasan pusaka kami pun langsung melaksanakan latihan penyelarasan Ilmu tingkat tinggi Kanuragan dll yang akan di ijasahkan pada kami oleh Guru besar kami yakni Gus Majid.  Dan haripun tidak terasa sudah hari ke 7, prosesi ritual kami di Alas Purwopun berjalan dengan Hikmat dan Lancar hingga waktu penyelarasan pun tiba.   
Demikian sekelumit kisah yang bisa saya ceritakan buat sebuah kenangan kami waktu menjalani proses penggemblengan penggodogkan kita di “PSDMD” dan mohon ma’af sebesar besarnya kepada para pembaca sekalian karena sebetulnya waktu kami ritual di Alas Purwo itu adalah menempuh 7 hari 7 malam , jika saya tulis kisah yang detil setiap harinya maka, teramat banyaklah kenangan suka duka waktu kami disana , belum lagi disa’at ritual di gelar waktu itu langsung segera turun hujan yang begitu derasnya , juga belum lagi kami mendapat kenang-kenangan sesuatu dari mahluq gho’ib di beberapa tempat di Alas Purwo, Sendang dan goa-goa yang lain, semua itu belum sempat saya tulis dalam  catatan saya ini .
                Dan semoga sebagian dari seklumit kisah yang saya tulis ini, menjadikan suatu ajang motivasi kita dan para pembaca artikel sekalian , agar terus menanamkan Iman dan Taqwa pada Diri pribadi kita, sehingga agar betul-betul memahami bahwa segala sesuatu itu bisa terjadi hanya dengan campur tangan Alloh SWT, sebab jika tanpa kita meyakini akan adanya campur tangan Alloh , maka musnahlah Tauhid kita, jika Musnah Tauhid maka rusaklah Iman kita, jika sudah rusaknya Iman kita, maka bengkok lah arah tujuan kita, jika sudah bengkok arah tujuan kita , maka tidak berpedoman lah kita, jika tiada pedoman diri kita , maka Kafirlah kita jika sudah kafir diri kita maka, angkara murkalah batiniah kita, jika angkara dalam batiniah kita, maka gelaplah mata kita jika sudah gelap mata kita maka tak mampu lagi untuk memilih bagi kita antara mana yang Hak dan mana yang Batil, jika sudah begitu maka Adzablah kita , jika sudah Adzab kita maka tertutuplah pintu hidayah bagi kita, jika sudah tertutup pintu hidayah bagi kita dan kitapun tidak mau untuk kembali kejalan yang lurus dan benar maka, Jahannam lah yang menanti kita WALLOHU A’LAM BISSOWAB.

                                                                                                    PENULIS SANTRI PSDMD

                                                                                                  KI SLAMPAR EDAN/TINTUS

Monday, August 22, 2016

Pelatihan Penyelarasan Santri "PSDMD" di Lamongan Jatim






Assalamu'alaikum warokhmatullohi wabarokatuh... Sugeng Rahayu Sagunging dumadi  salam Budaya dan salam seduluran. 
mohon maaf para pembaca sekalian sengaja kami unggah artikel ini  semua tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mengenang kisah-kisah perjalanan  kami antara santri "PSDMD" yang jauh atau yang sa'at ini dekat pada tempat Padepokan Kami,  agar bisa selalu mengenang kisah-kisah antara kami yakni kakak dan adik seperguruan selama dalam naungan di Padepokan kami yakni "PSDMD" ( Suksmo Djagad Manunggal Djati ), dan kisah dibawah ini kami alami waktu perjalanan Ritual  3 hari 3malam yang waktu itu saya atas nama : Sugianto / Dimas Syodho Ronce  Dari Jombang Jawa Timur dalam artikel ini menulis kisah pengalaman kami waktu di malam pertama , yakni : Ekspedisi Ritual di Lamongan Bag I ini yang bertepatan

Pada hari kamis wage (malam jum’at kliwon) tanggal 04 Februari  2016 di lokasi yang lain lebih tepatnya Di daerah Perbatasan Lamongan-Gersik tepatnya Pesarean Sunan Drajat,pada hari pertama kami melakukan proses ritual, di situ ada sebuah hutan kecil dan penduduk asli  menyebutnya yakni Alas Jaten bertepatan dekat Goa Sirowiti
            kami yang beranggota kan : Alif Fauzi/Dimas Tirto Panguripan, Sugianto/Dimas Syodho Ronce, Taufik Baihaqi/Dimas Asto Gino, Ahmad Novi/Nur Mahmudi, Mbah Gandreng/Ki Guntur Jagat Lelono, Sayyidno/Sayyid Ahmad Sanyoto, Syafi’/Denmas Tirto Laras Wicaksono,Wakhid/Dimas Tirto Kusumo/Gus Wakhid, Ari/Dimas Brojo Sewu,Fatkhur Jahidin.
Sebelum berangkat ke lokasi Alas Jaten diantara dari kami yang bernama Dimas Syodho Ronce di beri amanah oleh Mursyid kami melalui sebuah mimpi, dan di dalam mimpi tersebut saya atas nama Dimas Syodho Ronce bertemu dengan salah seorang pria dengan memakai pakaian putih bersorban hitam dengan wajah yang bercahaya lantas beliau mengatakan kepada saya “le... kowe ndang budhal(nak.. segeralah berangkat) “ karena hal itu mempengaruhi pikiran saya, mengenai kejadian tersebut, dan agar saya tidak bertanya-tanya lantas saya menemui salah seorang teman santri PSDMD yang bernama Gus Wakhid/Dimas Tirto Kusumo untuk menceritakan kisah alamat mimpi yang saya alami tersebut, setelah menceritakan kepada Gus Wakhid  lantas kami berdua merenung sejenak, dan tak lama kemudian setelah itu  Gus Wakhid berkata “laahh.. niki menawi sebuah isyaroh Mas Syodho,luwih sae nipun kito atur aken dumateng panjenenganipun Gus Madjid selaku Mursyid kito ten Padepokan (laahh,.. ini mungkin sebuah isyarat Mas Syodho, )” setelah Gus Wakhid berbicara seperti itu lantas saya pun menjawab “lah... niku.. amergi Gus boten wonten dalem, sak mangke Gus taseh wonten misi ten Ponorogo, mangke menawi kito telfon iwuh-pekewuh, keranten niki isyaroh nopo mboten luwih sae nipun yen kito rembukan kalian poro santri ahli sedoyo(lahh.. maka dari itu.. karena Gus tidak ada di Padepokan ,  Gus masih ada misi di Ponorogo,nanti apabila kita menelfon gus malah jadi tidak karu-karuan, apabila ini Isyaroh apakah tidak lebih baik jika kita bermusyawarah dengan semua para santri ahli ” lalu Gus Wakhid menjawab “oh.. nggih, menawi ngoten kulo hubungane sedoyo poro santri-santri ahli(ohh.. baiklah , apabila seperti itu saya akan menghubungi semua para santri-santri ahli”.
Lantas Gus Wakhid terdiam sejenak karena saya mengetahui Gus Wakhid keningnya berkeringat dalam diam tersebut, maka saya duduk bersila lantas saya melakukan Semedi, dan waktu semedi pun berlalu lantas kita berdua selesai. Tidak lama kemudian hp saya berdering setelah saya lihat Alkhamdulillah ternyata yang menelfon saya adalah Dimas Brojo Sewu, setelah telfon saya terima inilah percakapan saya dengan Dimas Brojo Sewu :
Brojo : Assalamu’alaikum
Syodho : Wa’alaikumussalam
Brojo : Ngapunten nderek tanglet (mohon maaf saya mau bertanya)
Syodho : nggih Mas Brojo, Alhamdulillah kok jenengan langsung telfon (iya Mas Brojo, Alhamdulillah anda Langsung menelfon)
Brojo : Nggih.. nggih... wonten nopo... wonten nopo... kok sajak’e kulo keraos wonten sesuatu, kinten-kinten nopo niku mas Syodho ? (iya.. iyaa.. ada apa.. ada apa.. kok sepertinya saya merasa ada sesuatu, kira-kira apa itu Mas Syodho)
Syodho : Ngeten lho...  (Begini lho..)
Lalu mas syodho menceritakan apa yang telah di alaminya....
Brojo : oh.. nggih mpun menawi ngoten, niki kedah ngempal sedoyo poro santri ahli, lek ngoten kulo telfon sedoyo, mangke kulo kengken ngempal ten griyo kulo ba’dho isya’ mawon.. (ohh.. baiklah apabila seperti itu, jika seperti ini harus berkumpul semua para santri-santri ahli, kalau begitu akan saya hubungi semua, nanti saya sarankan berkumpul dirumah saya sehabis isya’)
Syodho : ohh.. nggihh.. Matur nembah nuwun mas brojo, menawi ngoten mangke kulo kalian Gus Wakhid merapat ba’dho isya’ ( oh baiklah, terima kasih banyak Mas Brojo , Apabila sepperti itu nanti saya dengan Gus Wakhid akan bersama-sama menuju lokasi sehabis Isya’)

Singkat kata, kira-kira pukul 20.00 WIB kami para santri ahli yang standby antara  lain : Sugianto/Dimas Syodho Ronce, Taufik Baihaqi/Dimas Asto Gino, Ahmad Novi/Nur Mahmudi, Syafi’/Denmas Tirto Laras Wicaksono,Wakhid/Dimas Tirto Kusumo/Gus Wakhid, Ari/Dimas Brojo Sewu, kami memusyawarahkan akan hal tersebut, dalam musyawarah mencapai mufakat tersebut, Saya menceritakan perihal yang saya alami kepada para teman santri ahli lainnya, dan ternyata teman santri lain mendapatkan isyaroh yang sama dengan melalui cara yang sama dan ada juga yang berbeda, semua teman santri yang saya sebutkan tadi juga  merasakan sewaktu saya dengan Gus Wakhid mengadakan interaksi batiniah itu, akan tetapi berdasarkan karena adanya aktivitas waktu itu ada yang di perjalanan, ada pula yang masih bekerja dll. Belum sempat memberi kabar akan hal yang seperti saya alami, Maka dari itu yang terasa dan langsung menelfon saya adalah Dimas Brojo sewu karena meskipun disaat bekerja beliau masih bisa meluangkan waktunya untuk memberi kabar kepada saya.
puncak dari musyawarah itu karena di rasa oleh Dimas Brojo sewu, yang ikut misi bersama Gus itu ada Ki Guntur Jagat Lelono/mbah gandreng, dan Sayyid Ahmad sanyoto, maka kami pun bersepakat agar Gus Wakhid untuk menghubungi Ki Guntur Jagat Lelono/mbah gandreng untuk menyampaikan dan menceritakan hal tersebut kepada Mursyid kami. selang beberapa lama kemudian, Mursyid kami menelfon salah satu diantara kami yakni Mas Astogino. lantas, di loudspeaker lah Hp Mas Asto Gino tersebut. Singkat kata Mursyid kami berkata “Panjenengan sedoyo ingkang sami sampun nerami sasmito meniko, sedoyo mbenjeng samio berangkat wonten tlatah Gresik Lamongan wonten ndalem pesarean Wali Alloh Sunan Drajat(Anda semua(para santri ahli) sekalian, sudah sama-sama mendapatkan petunjuk(isyaroh) yang jelas, semua (Para santri ahli) besok berangkatlah bersama-sama menuju ke daerah Gresik Lamongan di Makam WaliAlloh  Sunan Drajat”,Setelah mendapat telfon dari Mursyid kami, kami pun bergegas membagi tugas saat itu juga, Saya sendiri bertugas untuk mempersiapkan segala  perlengkapan bumbu dapur untuk perbekalan kami di Tlatah perbatasan antara Gresik dan Lamongan di makam  Sunan Drajat, Gus wakhid/Ki Tirto Kusumo bertugas membawa tenda, DenMas Tirto Laras Wicaksono membawa beras, Dimas brojo Sewu bertugas membawa benda pusaka dan perlengkapan ritual. Dimas Asto Gino bertugas membawa peralatan dapur, Nur Mahmudi bertugas membawa kopi,gula, teh dll. Demikian pembagian tugas kami sebelum berangkat menuju lokasi.
Keesokan hari nya pada sore hari sekitar jam 16.00WIB di Padepokan, setelah berkumpul di padepokan, karena saya rasa agar menjadi pengalam untuk adik tercinta saya yakni “Fatkhur Jahidin” saya ajak untuk ikut serta mengikuti acara ritual di lamongan.
Lantas  kita berkumpul untuk menentukan siapa dan dengan siapa yang bergoncengan, karena kami berangkat ke Lokasi itu dengan menaiki kendaraan bermotor, setelah terbagi dengan siapa dan sama siapa diantara kami yang berboncengan , kebetulan saya berboncengan dengan Adik saya sendiri, Tirto Laras berboncengan dengan Nur Mahmudi, Gus Wakhid berkendara sendiri, Brojo Sewu berboncengan dengan Dimas Asto.
Setelah kita berdo’a sebelum keberangkatan, lalu kita pun bergegas berangkat menuju Lokasi, singkat cerita kitapun sampai di tempat Pemakaman (pesarean) Wali Alloh yakni Kanjeng Sunan Derajad nama Kecil beliau adalah Raden Qosim dan kemudian mendapat Gelar Raden Syarifudin putra dari Kanjeng Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan masih saudara dengan Sunan Bonang ,  sebelum kita masuk berziaroh , kami berhenti sejenak untuk rehat dan melepas lelah karena dari perjalan yang agak jauh tersebut, yang memakan waktu perjalanan + 2 Jam , dikarenakan didekat Pesarean Sunan Derajad itu terdapat pula beberapa Kedai-kedai (warung) maka kami pun memutus kan agar kita ke Kedai tersebut untuk melepas lelah dan kamipun memesan beberapa minuman sekedar untuk membasahi kerongkongan kami.
Seleng beberapa menit kemudian karena kami merasa sudah cukup untuk bersantai dan melepas lelah , kamipun bersepakat untuk segera mengambil air wudlu lantas masuk berziaroh pada pesarean Wali Alloh tersebut , setelah kami melakukan Tahlil dan berdzikir, lantas Saya mendapatkan salah satu petunjuk bahwasanya agar kami bergeser menuju ke suatu tempat , dan petunjuk saya itupun diperkuat oleh Dimas Brojo dan Gus Wakhid, maka  tanpa ragu-ragu lagi kamipun segera bergeser mencari dimana tempat yang menjadi tujuan kami dalam Isyaroh(petunjuk) tersebut, kemudian kami keluar dari lingkungan Pesarean lantas kami menuju kearah pedesaan, dan dalam perjalanan tersebut  kami pun bertemu dengan seseorang , sepertinya seseorang tersebut adalah salah satu penduduk setempat, kamipun segera menghentikan perjalanan kami lantas  bertanyalah salah satu kawan kami yakni Dimas Asto Gino pada seseorang tersebut, dengan pertanyaan seperti ini :
Dimas              : ngapunten pak nderek tanglet (mohon maaf pak, saya mau beratanya)
Penduduk        : nggeh monggo (iya, silahkan)
Dimas              : niki menawi bade lurus tembusanipun wonten pundi nggeh kinten-kinten... (jalan  ini akan menuju kemana kira-kira pak)
Penduduk        : lho njenengan niki saking pundi.. (lho anda ini berasal dari mana)
Dimas              : Ngapunten kito sedoyo niki saking Sidoarjo (maaf kita semua ini dari Sidoarjo)
Penduduk        : nah... bade tindak pundi.. kok lintang mriki.. (nah, anda mau kemana, kok melewati jalan ini)
Dimas             : ngapunten Pak kulo wau kalian rencang-rencang meniko saking Nderajad, terus kulo kalian poro santri meniko diutus kalian Guru kito dikengken berangkat kearah mriko( Sembari menunjuk kearah Jalan yang sepi tersebut), lha nopo saget nggeh kinten – kinten diliwati...? (maaf pak, saya dan teman-teman dari pesarean Sunan Drajat, lalu saya dan teman-teman santri diutus oleh guru kami, kita di utus berangkat kearah sana, lah apakah kira-kira bisa untuk kami lewati?)  
Penduduk        : oh ,... nggeh saget mawon ,tapi radosanipun awon, keranten radosanipun tasih makadaman tur sepi mboten wonten kampung, amergi ten mriko meniko Alas Njaten, menawi njenengan lintang mriko melbet terus,.... niku saget kepanggih wonten kampung malih tapi tuwwebih... (oh, tentu saja bisa, akan tetapi jalannya masih terjal karena masih makadaman(penuh bebatuan) dan juga sepi, tidak ada kampung, karena  di sana itu Alas Njaten, apabila anda lewat sana, dari sini masuk luruss saja, disitu nanti bisa anda jumpai ada kampung lagi akan tetapi jauuuuhhh... sekali )
Dimas              : oh nggeh menawi ngoten, dalem ugi rencang-rencang santri sedoyo nyuwun izin bade lintang wonten Alas Njaten meniko. (oh, baiklah apabila seperti itu, teman-teman santri semua meminta izin untuk memasuki Alas Njaten)
Penduduk        : oh... njeh menawi ngoten Mas... nggeh kulo mung pesen dateng sedoyoke mawon engkang atos-atos lintang mriku ugi ten perjalananipun, lan mugi-mugi Alloh maringi selamet tanpo halangan menopo-menopo. (oh, baiklah apabila seperti itu Mas, saya hanya ingin berpesan untuk semua, berhati-hatilah apabila lewat sana dan dalam perjalanan, dan smoga Alloh memberikan kesalamatan tanpa ada halangan apa-apa)
Dimas              : Amin... njeh Pak Matur nembah nuwun njeh...? (Amin.. iya terima kasih Pak..)
Maka kamipun bergegas melanjutkan perjalanan , selang beberapa sa’at dalam perjalanan sebelum kami masuk Alas Njaten , ada salah satu kawan kami memberi isyarat pada kami dengan memainkan Lampu dimnya atau lampu jauh pada motornya dan sempat sesekali beliau membunyikan klakson motornya lalu menancap gasnya agar lebih cepat lagi untuk mendahului saya sambil menghidupkan lampu send nya atau riting nya ( isyarat lampu sebelum menepi dan berhenti).
Ternyata salah satu kawan yang memberi isyarat tersebut adalah: Gus Wakhid, tahu akan hal itu maka kamipun bergegas saling memberi isyarat lampu send warna kuning berkedip, selang kemudian kamipun segera menepi dan berhenti , ketika kami berhenti terjadilah suatu percakapan kawan kami antara Gus Wakhid dengan Dimas Brojo juga Saya sendiri , dalam percakapan tersebut :
Dimas Brojo    : wonten nopo Gus Wakhid..? (ada apa Gus Wakhid)
Gus Wakhid    : nggeh kulo imut... (ya saya teringat )
Dimas Brojo    : e’mut nopo nggeh.. (teringat perihal apa)
Gus Wakhid    : Gus kan Wonten Santri engkang wonten daerah Nderajad mriki.. ( Gus(Gus Madjid) kan memiliki santri di daerah Sunan Drajat sini)
Dimas Brojo    : lho... nggeh wonten menopo...? ( lho, iya ada apa)
Dengan spontan saya pun ikut menjawab karena saya pun segera ingat bahwa memang benar , kita memiliki saudara seperguruan di daerah sini( Sunan Derajad )
            Saya                : oh... nggeh leres Gus Wakhid niku (oh, iya Gus Wakhid benar)
            Dimas Brojo    : lho... sinten nggeh... (lho, siapa ya)
            Saya                : lha Ki. Tirto Panguripan niku... (lha, Ki Tirto Panguripan itu)
            Dimas Brojo    : Masya Alloh.... enggeh ngapunten kulo supe... (Masya Alloh, iya mohon maaf saya lupa)
            Gus Wakhid    : njeh menawi ngoten kulo tlp ne mawon... (baiklah jika seperti itu akan saya hubungi(Via Tlp) )
Lantas segeralah Gus Wakhid menelfon Ki.Tirto, dan syukur Alkhamdulillah Ki. Tirto menjawab telfon, lantas Gus Wakhid menceritakan tentang kisah kami disini. Kata Gus Wakhid kita disuruh menunggu barang sejenak, karena beliau sedang meluncur merapat.
            Maka segeralah kami mencari tempat yang lebih layak untuk parkir berhenti sambil menunggu Ki. Tirto, selang beberapa menit kemudian kira-kira 25 menit Ki. Tirto datang, dan segeralah kita bergegas karena kita dikomando oleh Ki. Tirto agar untuk mengikuti beliau untuk menuju ke suatu tempat yang diantara kami ber 7 belum pernah tahu kemana dan dimana tempat yang kita tuju, setelah kami berjalan berkendara bersama-sama melewati beberapa perkampungan, kemudian kitapun sampailah melewati tempat yang menurut cerita salah seorang penduduk tadi yakni Alas Njaten, nah...disitu saya merasakan bahwa kesunyian alam disekitar dan power cakra batiniah saya mulai sedikit demi sedikit merasakan adanya  sesuatu yang lain, dan sayapun meyakini bahwa lokasi tersebut tidak mungkin jauh dari keberadaan kita saat itu.
            Tak lama kemudian setelah saya merasakan ada sesuatu pergesekan energi kekuatan yang lain , selang waktu kira-kira 5menit ternyata kita sudah sampai di tempat lokasi. Dan kamipun langsung mencari tempat untuk memarkirkan kendaraan, sesudah itu kami semua yang telah dikomando oleh Ki. Tirto baru menempati lokasi tersebut. Kemudian saya dan teman-teman langsung menata peralatan dan perbekalan yang sudah kita bawa, selesai itu kami istirahat sebentar sambil membuat kopi yang Alkhamdulillah teman saya yang bernama Dimas Asto Gino yang membikinkannya dengan menggunakan air seadanya yang kita bawa.
            Kemudian kopi pun sudah jadi dan kitapun meminumnya dan berbincang bincang santai sambil membuka amunisi yang di bawa oleh Nur Mahmudi berupa rokok kalengan, lalu saya membagikan rokok tersebut kepada teman-teman. Setelah itu, sambil kita santai menikmati kopi dan rokok dalam suasana yang sepi di tengah Alas, tak lama kemudian Ki. Tirto bercerita mengenai lokasi yang kita tempati saat ini, bahwa Ki. Tirto pernah dengar dari cerita penduduk yang tak jauh dari lokasi, katanya di Alas Njaten ini terkenal sungil/wingit/angker dan banyak makhluk-makhluk ghoibnya. Nah..setelah saya mendengar cerita seperti itu, saya bilang ke Ki. Tirto bahwa memang tempat seperti itulah yang katanya terkenal sungil yang sedang kita cari yang telah dititahkan oleh Guru kita.
            Dan setelah saya bilang demikian teman-teman tertawa sambil bilang (leres niku)/ benar itu Dimas. Dan kenapa saya berani bilang demikian?..bukannya saya dan teman-teman saya itu bersombong diri, kitapun tahu dan faham bahwa kita semua itu termasuk makhluk ghoib itu adalah cipta’an Alloh dan taiada mungkin bisa berbuat apapun tanpa adanya campur tangan Alloh SWT, kenapa kita harus takut, karena dalam pengkajian kami yang diajarkan oleh Mursyid kami yang bernama Gus Madjid /Ki. Ageng Selo tentang Tauhid dengan jalan antara Syari’, Tarikat, Hakikat dan Ma’rifat  dan ilmu-ilmu Alloh yang ghoib itu benar adanya, dan bukan hanya itu ilmu-ilmu yang lain tentang kasunyatan pun juga benar adanya.
            Kamipun telah meyakini dengan mutlak bahwa ilmu Alloh itu nyata dan memang ada. Nah...karena itulah kami semua tidak pernah takut didalam kondisi tempat yang sesungil apapun, karena saya faham bahwa sesungguhnya manusia dan Jin itu hidupnya berdampingan dan sama-sama beribadah kepada Alloh SWT. singkat kata setelah cerita-cerita tadi, sekitar persis pukul 01:00 kami ber 7 yng di komando oleh Ki. Tirto berjalan mengelilingi dan terus masuk ke Alas Njaten, tidak mempedulikan semak –semak belukar yang menghadang sambil melihat dan merasakan suasana alam sekitar, tak lama kemudian setelah perjalanan tiba-tiba teman kami yang bernama Nur Mahmudi berhenti seketika, dan Dimas Brojo Sewu pun bertanya kepada Nur Mahmudi,
            Brojo : wonten nopo..? (ada apa)
            Mahmudi : sekedap Mas Brojo, kulo ten mriki kok ngraosaken wonten roso seng benten njeh... ( sebentar Mas Brojo, saya disini kok merasakan ada rasa energi yang lain ya)
            Dengan jawaban seperti itu dari Nur Mahmudi, dengan gegas Dimas Brojo Sewu dan yang lainnya langsung diam sejenak/ ngrekso alam sekitar, dan kami memutuskan untuk menggelar tikar di tempat tersebut lalu kami menjalankan ritual di tempat itu juga, singkat cerita setelah kami selesai ritual dan beristirahat sejenak sambil menikmati amuniasi sambil bercerita dengan kawan kami Ki Tirto Panguripan karena sudah lama kami tidak pernah berjumpa dengan kawan santri kami tersebut, dan adik saya Jahidin dengan sikap penasaran lantas memberanikan diri untuk bertanya kepada Ki Tirto Panguripan
            Jahidin : Mas, ehh.. ngapunten..,  Ki Tirto Panguripan (Mas,ehh..mohon maaf)
            Ki Tirto : Nggih, wonten nopo dek, oh nggih asmane jenengan sinten wau ?(Ya, ada apa dik,oh iya namamu siapa tadi?)
            Jahidin : asmo kulo jahidin Ki, anu.. ngapunten nggih.. (nama saya Jahidin Ki, anu..mohon maaf ya)
            Ki Tirto : oh nggih.. nggih..(oh ya..ya..)        
Jahidin : kulo nderek tanglet, nopo jenengan ngeten-ngeten niki di telfon kalean Gus ta kok jenengan semerap panggenipun, masalahe kulo wau mirengno rencang-rencang niku wau, sanjang ten jenengan kok ketingalane sampun semerap nggen lokasinipun,...?? (saya mohon ijin untuk bertanya,apakah anda begini-begini itu di telefon oleh Gus kah...kok  anda tahu tempatnya,karena saya tadi mendengarkan kawan-kawan,bilang kepada anda sepertinya anda tahu betul lokasinya...?)    
            Ki Tirto ; lho ngge.. dospundi nggeh kabaripun Gus ?(ohh...ya bagaimana kabarnya beliau Gus Madjid...)
Denmas Tirto laras menanggapi pertanyaan Ki Tirto panguripan
            Denmas : Alhamdulillah, kabaripun Gus sehat-sehatke mawon Ki, malah sak mangke Gus wonten Ponorogo(Alhamdulillah kabarnya Gus baik dan sehat-sehat saja Ki,malahan sekarang Gusnya ada di Ponorogo)
            Ki Tirto : lho kalean sinten ?(lho..sama siapa..?)
            Denmas : Mbah Gandreng kalean Mas Sayyid (sama Mbah Gandreng dan juga mas Sayyid)
            Ki Tirto : lho Mas Sayyid sinten ? (lho..Mas Sayyid siapa?)
            Denmas : inggih puniko santrinipun Gus saking Cilacap (ya..beliau juga santrinya Gus dari Cilacap)
            Ki Tirto : ohh.. Nggih.. sampun dangu ta nderek ngaos wonten “PSDMD” ? lah terus niku nopo lelaku ten dalem nopo santri jarak jauh kok saking cilacap ? (ohh..iya kah,apakah sudah lama ikut ngaji di “PSDMD”?lah terus  beliau lelaku di Padepokan apakah jarak jau..,kok dari cilacap?)
            Denmas : Alhamdulillah Ki, rumiyen Mas Sayyid Ahmad Sanyoto puniko santri jarak jauh, wayah Mas Sayyid merantau wonten Negeri Jiran Malaysia lajeng sakmangke sampun nembe angsal 3 tahun kok, kiyambek’e nyipeng wonten padepokan gantosi panjenengan Ki (Alhamdulillah Ki..,dulunya beliau yakni.. Mas Sayyid Ahmad Sanyoto merantau dinegri Jiran Malaysia sekarang baru saja dapat 3tahun kok..,beliau menginap di Padepokan menggantikan posisi anda Ki..)
            Ki Tirto : Alhamdulillahhirobbil’alamin, oh... berarti rumiyen tepang Gus niku wayah kiambak e tasih wonten Malaysia nggeh...(alhamdulillahirobil’alamin,oh..berarti dulunya kenal Gus itu saat beliau  masih berada di malaysia ya..)  
            Den Mas : nggeh leres Ki (ya..benar Ki)
            Ki Tirto   : nopo kepanggeh Gus ten Malaysia nopo dos pundi niku..(apakah beliau  bertemu Gus di Malaysia apa gimana itu..)
            Denmas   : oh mboten Ki... niku sanjange Mas Sayyid kiambak’e tepang Gus saking Face Book (oh..tidak Ki...itu katanya Mas Sayyid kenalnya Gus dari face book)
Lantas kita semua tau bahwa disitu mas jahidin masih menunggu jawaban dari Ki Tirto Panguripan mengenai pertanyaannya tadi. Tanpa ragu lagi Dimas Asto Gino nyeletuk sebuh ucapan kepada Ki Tirto.
            Dimas Asto : Instruksi Ki..
            Ki Tirto : Nggih Dimas(ya..Dimas)
            Dimas Asto, Ngapunten niki loh mesakke si Jahidin nenggo jawabanipun panjenengan dalem tingali ket wau, ketingalane kados galau ngoten, wah nek mboten di jawab saget-saget nelas aken tandurane tiang mangke, (mohon maaf Ki ini lho..kasian si Jahidin nunggu jawaban anda Ki..saya lihat dari tadi kelihatanya sepertinya galau begitu,wah..kalau tidak di jawab bisa-bisa menghabiskan tanaman orang nanti) Serentak para santri tertawa terbahak-bahak, karena ucapan Dimas Asto Gino tadi dan ada salah satu santri berkata nggih, niki kudu di genahaken, ben orah mumet sirahe (ya..ini harus di jelaskan,biar tidak pening  kepalanya)
            Ki Tirto : oh nggih ngapunten Mas Jahidin, Adekku Sing ganteng dewe..,!!! oh... mboten kok, kulo mboten nate di sanjangi utawi di kabari Gus Madjid mengenai panjenengan sedoyo ten mriki, namung lahh.... niki sing kulo tunggu-tunggu, keranten sak derenge panjenengan sami mriki? kulo kiyambek nate Ngipi. (oh ya..mohon maaf Mas Jahidin,Adiku yang paling ganteng sendiri...,!!!oh..tidak kok,saya tidak pernah di beritahu atau mendapat kabar dari Gus Madjid akan adanya kalian semua disini,akan tetapi lhaa..ini saya tunggu-tunggu,karena sebelum kalian semua datang kesini?saya sendiri pernah mengalami mimpi ) di dalam mimpi tersebut saya didatangi seorang kakek yang berjubah putih dan bersorban hitam, saya tidak kenal kakek tersebut dalam mimpi itu, akan tetapi, yang menjadi terngiang dalam benak saya sejak mimpi itu adalah ucapannya kakek tersebut, Kakek tersebut berkata kepada saya di dalam mimpi bahwa nanti akan ada tamu beberapa orang dan kamu langsung antarkan mereka ketempat sambil berkata jari telunjuknya sang kakek itu sambil menunjuk ke arah sebelah kanan saya, dan setelah saya menengok ke arah yang di tunjuk oleh kakek tersebut, seketika itu saya melihat sebuah tempat dan tempat itu saya rasa tidak asing menurut saya, dalam mimpi tersebut sayapun belum sempat mengucapkan sepatah katapun waktu mimpi tersebut, lantas saya tersentak kaget dan bangun dari tidur tersebut,  Setelah bangun tidur saya melihat kearah jarum jam yang menempel di dinding  eh...waktu itu masih pukul 01:30 Wib karena saya rasa masih petang... maka sayapun berniat kembali tidur lagi.
 selang sebelum  saya tidur kembali, sa’at itu saya tau-tau teringat kejadian mimpi yang saya alami barusan pada waktu itu prihal mimpi saya tadi,  saya sambil mengingat-ingat, setelah saya ingat betul kejadian mimpi yang saya alami itu lalu saya catatlah diatas kertas yang pasti tidak jauh-jauh dari tempat tidur saya itu he.he.he... maklum... terbiasa dulu waktu menjalani ngasuh kaweruh sa’at di Padepokan sama Gus... agar jika ada sesuatu penyampaian ma’unah melalui Nur itu saya tidak lupa waktu ke’esokan harinya...
sejak sa’at kejadian saya mendapatkan Isyaroh melalui cara Nur itulah  maka sejak sa’at itupun setiap hari saya terngiang oleh siapakah sesungguhnya sosok Kakek tersebut  dan kenapa kakek itu mengatakan hal tersebut tsb didalam mimpi saya...?, dan dalam hati saya siapa kah yang di maksud oleh Kakek itu dengan kata : Bahwa akan datang tamu tersebut.selang beberapa hari saya terus diliputi pertanyaan akan alamat mimpi saya tersebut , dan puncaknya tadi... sewaktu selepas saya sholat isyak terus berdzikir hingga usai , lantas sayapun pergi kedepan duduk-duduk diteras rumah seperti biasanya,  Subhanalloh...tadi tau-tau ada telfon dan saya ambillah Hp saya ,dan saya lihat ternyata yang tlp saya keluar nama si penelpon  dari Gus Wakhid maka bergegaslah saya angkat mana tahu ada sesuatu , setelah saya terima tlp tersebut lalu kita bercakap-cakap tentang kabar bla..bla...bla... hingga yang intinya Gus Wakhid meminta tolong kepada saya agar Gus wakhid dan teman-teman santri dari “PSDMD” di antarkan ke suatu tempat.
 Nah didalam percakapan saya tadi, saya sambil berfikir, di dalam saya berfikir tersebut maka saya langsung teringat akan alamat mimpi saya itu, dan saya pun meyakini akan hal itu, ohh mungkin ini yang di maksud, lalu tanpa berpikir panjang  lebar, sayapun langsung meluncur menemui panjenengan semua.   
            Setelah kami berbicara panjang lebar, tersentak kami semua terkejut tiba-tiba ada salah satu sesosok makhluk yang terbang, lantas hinggap tepat di tengah-tengah kami semua berkumpul, karena melihat kejadian itu kamipun para santri ahli tetap tabah dan menenang kan diri, karena keadaan yang gelap gulita pada waktu itu, akan tetapi adik saya Jahidin karena di situ sempat kaget juga maka adik saya pun melompat dan berteriak-teriak lantas lari tunggang-langgang, di saat melompat tersebut adik saya pun menyebut dengan kalimat “ Astaghfirullohhal’adhim”, dan disaat itu lah agak terjadi ketegangan diantara kita dan saling bertanya-tanya, makhluk apakah gerangan yang ada di depan kita ini, karena kami takut akan keselamatan adik saya yang lari kocar-kacir tunggang-langgang tak tentu arah tadi, maka Gus Wakhid pun memanggil adik saya itu, karena adik saya tidak menghiraukan panggilan Gus Wakhid dan tidak mau  berhenti berlari , akhirnya Gus Wakhid pun dengan sigap memutuskan untuk mengejar adik saya .
            Disaat Gus Wakhid mengejar kita berenam tetap berusaha untuk tenang dan lantas Dimas Brojo Sewu berkata (opo iki.. opo ikii.. ono opo iki..)  dan semua pun seperti serentak menjawab dengan kalimat yang sama, selang beberapa saat kemudian Ki Tirto Panguripan berkata (ojo gemeter, Ojo wedi, kuwi koyone sosok binatang tapi entah binatang apa, tolong jangan di pegang dulu )  lantas Ki Tirto Panguripan mengambil sebuah lampu penerangan/Senter, lalu ia berkata (cobi sentere kulo nyalaaken nanging kulo dep aken sorote wonten arah lintu, supados kewan kuwi ora wedi, mangke bias ngandap saking senter iku ayo ditingali kuwi kewan opo)(Coba senternya saya nyalakan akan tetapi akan saya hadapkan sorotannya ke arah lain, agar hewan itu tidak takut, nanti bias cahaya dari senter itu ayo kita lihat hewan apakah itu )  saya pun menjawab (nggih.. nggih.. nggih..)(iya.. iya,. Iya..)  seketika itu juga Ki Tirto menyalakan senter tersebut dan di hadapkan ke arah lain, dan disitulah kami semua baru bisa melihat walau agak remang terlihat namun tampak jelas sosok makhluk apakah gerangan yang ada didepan saya tersebut.
            Subhanalloh... ternyata yang ada di depan saya dan kami semua itu adalah seekor burung  !! akan tetapi kami waktu itu belum memahami burung apakah itu maka sedikit demi sedikit senterpun di geser arah sorot nya ke tempat burung tersebut. Nah disitu kami baru tahu ternyata burung tersebut kira-kira tubuhnya sebesar bungkus rokok yang berisi 12 batang, lantas saya pun memohon izin kepada kakak seperguruan tertua kami yang ada disitu yakni Ki Tirto sendiri, untuk mengambil burung tersebut, lantas Ki Tirto mengizinkan saya untuk mengambil burung tersebut, seketika itu juga perlahan-lahan seekor burung tersebut saya ambil ditengah alas duduk kami (tikar) yang kebetulan waktu itu sayalah yang paling dekat dengan burung tersebut, akan tetapi anehnya saat itu disaat saya mengambil burung tersebut kok burung tersebut seperti telah jinak dan tidak seperti burung liar pada umumnya, setelah saya pegang lalu kita teliti bersama-sama ternyata itu adalah burung perkutut, lantas  burung tersebut kita bawa.
Selang kemudian Gus Wakhid datang dengan adik saya, dan saya berkata (lapo kok mbelayu dek..., wong gak onok opo-opo kok mbelayu)(kenapa kok lari dik, tidak ada apa-apa kok lari)lantas menjawablah  adik saya Sambil nafasnya ter engah-engah seolah orang kena penyakit asma akut: ( heh,,,heh,,,heh,,,, eng...enggak, nggak mas, ma,ma,mau iku.... aku...ak,,,,aku ketok onok koyok uwong, tapi gedhe.... terus men....men...meloncot.. eh....mencolot eh ... nabrak Denmas Tir,,,Tir....Tirto..., lah terus aku kaget terus mencolot, soale ngerti lek menungso iku  gak mungkin onok sing gedene sak,sak,,,,sak munu, mangkane aku melayu, saiki wonge nang ndi ?)( heh.. hehh.. hehh ti..tidak, tidak kak. Ta ta tadi itu. Sa sa saya, melihat ada seperti orang , tapi besar, lalu mel.. mel.. meloncot... ehh meloncat, menabrak Denmas Tir.. Tirr.. Tirto, lah lalu saya kaget lalu meloncat, karena tau kalau manusia itu tidak mungkin ada yang besarnya se.. se,,. Segitu, makanya saya berlari, sekarang orang nya dimana ?)   
Seketika itu tertawalah kawan-kawan para santri semua karena mendengar ucapan dari adik saya tadi yang terdengar susunan dan  eja’an katanya yang berhamburan tersebut , lalu sayapun menjawabnya:
Saya (Dimas Syodo)    :nang ndi onok wong gede.... (dimana ada orang besar) la wong tadi itu yang nabrak Tirto ini sembari saya menyodorkan burung perkutut itu pada adik saya
kata adik saya,            : opo iku Mas....?  (apa itu Mas...)
saya menjawab            : iki? yo manuk ngene lo dek..(ini? ya... burung gini lo dek...)
adik saya                     : lho man,,,man..,,manuk’e sopo.. eh... manuk opo iku ?(lho burung apa itu)
 Saya                            : manuk perkutut(burung perkutut)
 Adik saya                   : oleh endi manuk kutut Mas...?(dapat dari mana burung perkutut itu Mas...?)
 saya pun menjawab   : Lho.... yo sing teko nabrak DenMas Tirto, terus menclok nang ngarep kene mau...(lho... ya yang datang lalu menabrak DenMas Tirto terus hinggap didepan kita tadi...)
 adik saya bertanya     : lha nang ndi lho wong sing guwede mau.... ?( lha kemana orang yang besar tadi..)
 sayapun menjawab     : ya gak ada... , yang ada hanya ini yang bikin kaget tadi, adik saya pun tidak langsung mempercayai akan hal tersebut, lantas diterangkanlah oleh Dimas Brojo Sewu kepada adik saya agar ia tidak gusar dan agar hilang rasa takutnya tadi, setelah panjang lebar Dimas Brojo memberi pengarahan pada adik saya, maka adik saya pun sudah agak sedikit tenang dan tidak seperti tadi waktu sebelum diberi wejangan oleh Dimas Brojo.

              
            Setelah itu kami semua meneruskan kembali di lokasi dimana kami menggelar tikar tadi  “dan membawa burung perkutut itu untuk kita ikut sertakan dalam proses ritual kami, karena menurut kami burung ini menginginkan tuan atau ikut beserta kita  , sejak sa’at itulah maka burung perkutut tersebut kita ikut sertakan atau kita bawa mungkin ada lagi menuju ke Lokasi yang lain nantinya, malam semakin larut dan udara dingin pun tampak seolah menyapa kita, tidak lama kemudian kita bergeser tidak jauh dari lokasi pertama tadi yang menurut kami tempat tersebut lebih layak jika dipakai untuk proses ritual dengan tanah yang lebih datar , dan tempat itu sih tidak ada yang aneh jika dipandang secara mata dhohir, hanya tepat disekitar itu ada salah satu pohon yang menjulang tinggi , akan tetapi pohon tersebut sama sekali tidak ditumbuhi dedaunan seperti pohon-pohon yang lain pada umumnya, sedangkan sa’at itu adalah musim semi atau musim penghujan, disekitar yang lain kira-kira berjarak dari pohon yang kering tersebut  + 50 meter ada pohon-pohon yang lain berderet sama besarnya dengan pohon yang kering tersebut, dan pohon yang lain itu semua tampak rimbun rindang nan hijau berseri jika di sorot pakai lampu senter , dalam benak saya entah ada apa dengan pohon yang besar dan kering  itu , apakah sudah mati , atau sengaja dimatikan oleh penduduk setempat, yah... tak tau lah... penasaran dengan pohon kering tersebut saya putuskan untuk melihatnya esok hari nanti jika sudah tampak matahari bersinar , agar lebih jelas untuk mengetahui apa yang terjadi pada pohon tersebut.
            Selang beberapa saat kemudian kamipun bersiap menggelar suatu ritual disitu dengan berdzikir,tak lama kemudian disusul dengan do’a penutup , dan kebetulan waktu pembacaan do’a tersebut oleh kawan-kawan santri diserahkan pada saya, lantas sayapun membaca do’a penutup tersebut , setelah selesai berdo’a kamipun meneruskan  dengan semedi , hingga tak terasa kami bangkit dari semedi tersebut kurang lebih pukul 03:35 Wib.
Karena kita pada waktu menjelang berangkat berniat Ngebleng atau laku tidak tidur maka, kamipun semua saling bercerita sambil menunggu waktu Sholat subuh, singkat kata setelah selesai ibadah Sholat subuh kami masing-masing mencari kesibukan agar jangan sampai lengah dan tertidur, karena biasanya pada jam-jam segitulah menjelang matahari terbit mata ini tidak bisa untuk diajak berkompromi, ada yang bercanda gurau ada yang berjalan entah kemana tujuannya , ya.....ch.. macem-macem dech.. yang penting team kita ini semua jangan sampai ada yang lengah dan tertidur , kecuali Ki Tirto dengan Adik saya sendiri Jaidin.
Selang kemudian tampaklah terang benderang dengan disertai udara pagi yang begitu menyejukkan indah dan asri seluruh keliling kupandang, lantas teringatlah aku tentang sebuah pohon yang kering tadi, betapa terkejutnya aku waktu memandang keatas pohon kering tersebut  karena saya memandang sebuah fenomena yang luar biasa menurut saya , kenapa tidak,,, pohon yang kering kerontang seperti itu setelah terlihat tampaklah ada kerumunan bagaikan dedaunan dan buah –buahan yang begitu menggoda, selang kupandangi karena ada yang aneh..? waktu itu terlihat yang layaknya daun dan buah kok bisa berpindah-pindah tempat semakin penasaran maka kuhampiri dan terus kudekati setelah dekat tepat posisi saya di bawah pohon tersebut Subhanalloh.... barulah terlihat jelas dalam pandangan saya itu , ternyata yang tadi tampak seperti  dedaunan yang rindang dan buah-buahan bergelantungan ternyata adalah burung yang bermacam-macam jenis dan berkoloni yang jumlahnya mungkin mencapai ratusan bahkan ribuan yang berbeda jenis masing-masing hingga terlihat seperti daun yang rindang dan bua-buahan yang menghiurkan itu.
Setelah aku pandangi ternyata tampak jelas terlihat disitu ada sekumpulan  burung antara lain : Derkuku/tekukur, ada sekumpulan Perkutut, ada burung Kutilang , ada Terucukan ada burung pipit dan peking, burung kemladean, burung prenjak , ada cendet, ada juga seriti dan dadali, dan lain sebagainya , tidak lupa juga ada beberapa burung elang yang terbang berputar-putar terus mengelilingi pohon tersebut, entah kapan datangnya dan kapan hinggapnya beraneka ragam burung-burung tersebut kami semuapun tidak mengetahui akan hal itu, seolah semua ikut menyampaikan sebuah pesan,lantas saya menyebut Subkhanalloh.... begitu Agungnya kebesaranMu... engkau perlihat kan begitu ragam ciptaanMu padaku hingga tak sanggup aku untuk berpaling dariMu.
Seketika itu juga disaksikan pula oleh para Santri-santri yang lain tentang fenomena itu, tetapi sayangnya kamipun hingga lupa tidak memotret nya untuk mengabadikannya hal fenomenal tersebut selang beberapa sa’at kemudian semua burung-burung yang hinggap itu lantas beranjak saling meninggal kan pohon kering tersebut.
Karena saling takjub dengan hal tersebut , maka kamipun sedikit-demi sedikit beranjak bergeser merapat pada pohon tempat dimana ada fenomena itu, kami teliti secara detil pohon itu  hingga ranting yang ada pada pohon itu, ternyata waktu kita ambil kulit pohon tersebut sedikit ternyata dibagaian dalam kulit pohon yang kami ambil itu masihlah basah dan bergetah, dan ini menandakan bahwa pohon tersebut masih hidup seperti pohon-pohon yang lainnya Maha suci Alloh... tiada sesuatu apapun yang tidak mungkin bagiMu dan tiada tempat dan barang sekecil apapun yang lepas luput dari pandanganMu , ini menandakan bahwa sehina apapun kita, sejelek apapun kita , sebaik-baiknya kita itu haruslah bisa bermanfa’at buat sesama cipta’anNya. Kamipun juga langsung teringat akan petuah-petuah dari Guru besar yang juga Mursyid kami disa’at beliau memberi wejanga-wejangan sa’at mengaji dan mengkaji di Padepokan.
Setelah itu kamipun teringat akan burung Perkutut yang kita bawah tadi yang dalam emergenci kita masukkan dalam botol plastik yang sudah kita berikan lobang-lobang kecil agar burung tersebut bisa bernafas , lantas tanpa dikomando saya dan semuanya bergegas kembali pada posisi dimana digelarnya alas tikar kami dan bersama-samapun menghampiri burung perkutut yang ikut serta dalam perjalanan tadi, dan setelah kita pandangi lantas saya ambillah burung tersebut lalu saya keluarkan melalui samping botol plastik yang tadi sudah di bedah agar untuk bisa dimasukkannya burung perkutut tersebut ke dalam botol plastik. Lantas kamipun meneliti burung perkutut yang kita bawa, ternnyata memang ada yang berbeda dengan burung perkutut pada umumnya ujar Dimas Brojo Sewu bahwasanya burung yang kita bawa ini memiliki bulu kalung sambung dan melingkar di leher, dan saya pun pernah dengar bahwa burung yang punya corak  sambung dan melingkar dileher, itu ada yang menyebutnya Daringan kebak dan ada pula yang menyebutnya kalung tepung atau kemben yang katanya orang-orang ... burung itu terkenal dengan burung punden.
            Dan burung tersebut sangatlah langkah , banyak dicari oleh orang-orang di sekitar dan dimanapun, entah karena apa?, kami semua belum begitu faham. Yang penting burung perkutut tersebut kita bawa pulang dan kita pelihara di Padepokan kami, buat kenang – kenangan.
            Demikian sekelumit kisah yang bisa saya ceritakan buat sebuah kenangan kami waktu menjalani proses penggemblengan penggodogkan kita di “PSDMD” dan mohon ma’af sebesar besarnya kepada para pembaca sekalian karena sebetulnya waktu kami ritual di Alas Njaten itu adalah menempuh 3 hari 3 malam , jika saya tulis kisah yang detil setiap harinya maka, teramat banyaklah kenangan suka duka waktu kami disana , belum lagi disa’at ritual di gelar waktu itu langsung segera turun hujan yang begitu derasnya , juga belum lagi kami mendapat kenang-kenangan sesuatu dari mahluq gho’ib di alam sekitar dll, semua itu belum sempat saya tulis dalam  catatanku ini .
            Dan semoga sebagian dari seklumit kisah yang saya catat ini, menjadikan suatu ajang motivasi kita dan para pembaca artikel sekalian , agar terus menanamkan iman pada Diri pribadi kita, sehingga agar betul-betul memahami bahwa segala sesuatu itu bisa terjadi hanya dengan campur tangan Alloh SWT, sebab jika tanpa kita meyakini akan adanya campur tangan Alloh , maka musnahlah Tauhid kita, jika Musnah Tauhid maka rusaklah Iman kita, jika sudah rusaknya Iman kita, maka bengkok lah arah tujuan kita, jika sudah bengkok arah tujuan kita , maka tidak berpedoman lah kita, jika tiada pedoman diri kita , maka Kafirlah kita jika sudah kafir diri kita maka, angkara murkalah batiniah kita, jika angkara dalam batiniah kita, maka gelaplah mata kita jika sudah gelap mata kita maka tak mampu lagi untuk memilih bagi kita antara mana yang Hak dan mana yang Batil, jika sudah begitu maka Adzablah kita , jika sudah Adzab kita maka tertutuplah pintu hidayah bagi kita, jika sudah tertutup pintu hidayah bagi kita dan kitapun tidak mau untuk kembali kejalan yang lurus dan benar maka, Jahannam lah yang menanti kita WALLOHU A’LAM BISSOWAB.       
Wassalam...... Salam Budaya  dan terimakasih sudah membaca atau mengikuti Artikel kami pada Link psdmd.blogspot.com 
                        Penulis By : Dimas Syhodo Ronce dan Santri "PSDMD" Pra penyelarasan 7 Santri Ahli.